Tag Archives: lpdp2story

Diet kantong plastik

Hari ini pengen share apa yaa, hasil dari kelas leadership nya LPDP..hmmm..tentang budaya asing dan budaya lokal kita dan bagaimana kita harus menyikapi dan beradaptasi ketika tinggal di tempat asing. Oke..ga mau berbasa-basi dengan teori ya,aku pengen ambil satu contoh yang rill saja, tentang budaya penggunaan kantong plastik.

Saya sering berbelanja di mini market, setidaknya mereka akan memberi satu kantong plastik saat berbelanja, bahkan bisa dua,karena untuk produk sabun-sabunan harus terpisah dengan makanan. Pengalaman lain pernah saya alami ketika berbelanja di pasar tradisional, ada suatu mind set yang salah di para pedagang, kalau tidak memberi bungkus plastik, tidak sopan namanya.

Sementara itu, di luar negeri seperti UK (negara tujuan studi ku,insyaallah), untuk mendapat kantong plastik setelah belanja itu harus bayar, jumlah nya bervariasi, sekitar £0.5-1, selain itu sang petugas kasih supermarket akan bertanya dahulu “need a bag?” kalau kita bilang “No thanks, I have it”, mereka pun tak memaksakan membungkusnya. Hal ini terjadi karena kebanyakan masyarakatnya sudah aware bahwa plastik itu sulit dihancurkan, mereka akan semaksimal mungkin membatasi penggunaannya dan lebih prefer gunakan kantong yang dapat dipakai beberapa kali.

Contras sekali yaa..terus apa yang harus dilakukan? Setidaknya ketika pulang nanti, kita harus menerapkan budaya penggunaan plastik di Inggris ke daerah masing-masing. Kita bisa mulai dari diri sendiri untuk tidak meminta plastik bila berbelanja satu item dan membawa kantong yang bisa di- recycle kemanapun.

Siap ya.. Say No thank you to plastic bags 🙂

Nilai-nilai Kebangsaan

Haloo..

Dari tiga materi di kelas program pengayaan LPDP hari ini, saya memilih untuk mereview mengenai nilai-nilai kebangsaan di Indonesia, topik ini menarik bagi saya ditengah kondisi semakin tingginya intoleransi di Indonesia. Seperti kita tahu, akhir-akhir ini begitu riuh di dunia maya mengenai kasus pengusiran kelompok syiah di Sampang. Disisi lain, presiden kita baru saja mendapatkan penghargaan internasional World Statesman Award dari organisasi nirlaba Appeal of Conscience Foundation (AFC) di Amerika Serikat, penghargaan ini diberikan dalam rangka komitmen SBY terhadap perlindungan kaum minoritas[1]. Ironis yaaaa….dan lebih ironis lagi karena Presiden sampai sekarang ini seperti tidak berbuat apa-apa untuk sampang 😦

 

Mungkin ada baiknya kita meresapi dulu dan meningkatkan rasa kebangsaan dan kebanggaan sebagai bangsa yang berbhineka tunggal ika. Lalu, apa sih sebetulnya nilai-nilai kebangsaan yang dimiliki bangsa ini? Apakah kita sebagai generasi muda sudah mampu untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kita sebagai bangsa Indonesia terlahir dengan berbagai keragaman yang dimiliki baik suku bangsa, agama maupun bahasa. Mungkin banyak dari kita yang sudah mulai lupa karena sudah meninggalkan pelajaran kewarganegaraan sejak beberapa tahun lalu. Well, lebih baik terlambat daripada kita tidak melakukan perubahan sama sekali.

 

Masih ingat dengan empat pilar bangsa kan? Lupa? Hehehe…samaaa….coba buka www.empatpilarkebangsaan.web.id agak surprised buka web ini, biasanya belajar yang berhubungan dengan pancasila itu agak membosankan ya, yang kolot-kolot, tapi kali ini saya akui web nya cukup gaul, dengan backsound yang menarik dan mudah-mudahan kita jadi lebih mudah paham ya. Empat pilar kebangsaan itu terdiri dari:

1. Pancasila, (yang ini semua masih hafal tentunya yaa)

    (1) Ketuhanan yang maha esa

    (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab

    (3) Persatuan Indonesia

    (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

    (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

2. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

3. Bhineka Tunggal Ika

4. UUD 1945

Keempatnya bergabung memperkokoh kedaulatan negara kita tercinta ini. Kalau direnungkan kembali, betapa nilai-nilai kebangsaan kita sangat bermakna dan menaungi seluruh bangsa Indonesia, kalau seluruh rakyat atau at least generasi muda mau mengamalkan nilai-nilai luhur ini, mungkin tidak ada lagi pemimpin korup dan tidak amanah, tidak ada lagi masyarakat kota yang individualistis, tapi kita bersama-sama bahu membahu berkarya dan membangun bangsa ini, masyarakat yang sejahtera, rukun dan damai dengan sumber daya yang melimpah dan alam yang indah, dan orang akan mengenal Indonesia sebagai negeri surga dunia *day dreaming*.

 

Kembali ke kenyataan, dengan sampai terjadinya kasus seperti pengusiran di Sampang, bentrokan antar umat di Ambon dan semakin maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh generasi muda, berarti kita belum dapat menghayati nilai-nilai kebangsaan. Din Syamsudin dalam laman empat pilar menyatakan bahwa “realisasi kehidupan negara-bangsa akhir-akhir ini menunjukkan suatu sikap dan perilaku warga negara-bangsa yang tidak hanya rapuh tapi juga inferiority complex, terutama dalam menghadapi arus globalisasi dewasa ini. Maka, mengangkat kembali “Empat Pilar” menjadi suatu hal yang sangat penting sebagai bagian dari realisasi kehidupan bangsa.”

 

Sebagai generasi muda dengan idealism yang kita punyai, tentunya tak bisa hanya menunggu dan terdiam, kita sebagai generasi muda seharusnya bisa melakukan sesuatu, at least kita mulai dari diri sendiri dahulu untuk bisa menghormati dan bertoleransi terhadap teman sebangsa, berkomitmen dan menjaga integritas diri sendiri, melakukan pergerakan kecil baik di lingkungan sendiri maupun melalui media sosial yang ada, pergerakan yang kecil ini apabila dikumpulkan dan dilakukan secara massif akan menghasilkan suatu pergerakan yang besar untuk bersama-sama memperjuangkan cita-cita bangsa.

 

Terakhir saya ingin quote kata-kata Bung Karno “berikan kepada saya 10 pemuda saja, akan saya getarkan dunia”, ayooo temans..kita goncang Indonesia membuat perubahan menuju Indonesia yang damai dan sejahtera.

 

Salam Indonesia

WM 

 

 


[1] Kompas 27 Mei 2013 diunduh dari: nasional.kompas.com

Korupsi di Indonesia

Review Film Selamat Siang Risa!

Kisah ini diangkat dari kisah nyata kehidupan pribadi sutradaranya. Namun untuk memperkuat cerita, dilakukan riset sebelum produksi berdasarkan Koran Kompas tahun 70an yang terdapat di Arsip Nasional.

Film ini mengambil setting pada tahun 70an ketika kondisi kehidupan Indonesia sedang tidak menentu terutama dalam masalah ekonomi. Menceritakan tokoh utama yang bekerja menjaga gudang, namun ketika gudang itu hendak disewa seseorang yang akan digunakan untuk menimbun beras, ia menolak untuk meminjamkan gudangnya serta menolak sejumlah uang yang diberikan sebagai tanda terima kasih (uang haram).

Film tentang integrity yang sudah jarang tapi belum tentu tidak ada, tetapi kadang orang-orang berintigrity yang tidak dibarengi dengan sistem yang baik, mungkin bisa terseret menjadi tidak baik. Dengan sistem yang benar, orang jahat menjadi tidak mempunyai peluang contoh di Jerman. Integritas, sistem dan hukum menjadi pilar dalam pemberantasan korupsi.

Untuk menghasilkan pemimpin (laki-laki) berintegritas perlu didukung oleh perempuan-perempuan kuat.

Korupsi di Indonesia sudah mendarah daging, KPK sudah melakukan banyak hal, tapi harus dipersering lagi, semoga kedepan generasi korup bergeser menjadi minoritas meski melalui proses yang panjang.

ini link film tersebut yang: 

(maaf gaptek, inet lagi lemot ga bisa fetching video) 

Nasionalisme

Notes ini diambil dari sesi pemutaran film “Batas”

Pembicara: Marcella Zalianty, Pit Pagau

Ide film ini: saat Marcella diundang oleh kementerian daerah tertinggal untuk meninjau mengenai isu perempuqn di daerah pebatasan yaitu entikong, Kalimantan Barat.
Film media kominimasi yg powerful untuk menyanpaikan value, budaya, dll, sehingga bisa tumbuh rasa nasionalisnellme dan mempercepat pembangunan di luar Jawa.

Bapak Piet menceritakan bahwa terjadi gap taraf hidup antara Dayak Malaysia dan Dayak Indonesia. Sebaiknya anggaran keuangan untuk pendidikan diprioritaskan untuk daerah-daerah di perbatasan karena mustahil pembangunan akan terjadi tanpa pendidikan baik dalam hal sarana prasarana maupun infomasi dan kesempatan memperoleh pendidikan tersebut.

Film ini sangat menarik, edukatif dan mampu menangkap berbagai masalah yang terjadi di komunitas terluar perbatasan Indonesia dengan Malaysia, tepatnya di Kalimantan Barat. Intinya film ini menceritakan mengenai hambatan yang dihadapi dalam proses pembelajaran bahkan di level pendidikan dasar, human trafficking masih dengan kasat mata terjadi disekitar kita, buruknya infrastruktur di luar pulau jawa, dan terakhir dibumbui dengan romantisme tokoh utama film ini. Lesson learned film ini antara lain: 

  • Menjadi agen perubahan itu harus mampu menembus/melampaui batas untuk menghasilkan suatu perubahan. Meskipun demikian, dalam prosesnya tetap harus bisa menghormati batas2 dalam arti nilai, etika&integritas, serta mempertimbangkan kelestarian alam dan kebudayaan lokal.
  • Belajar tidak hanya dilakukan di ruang kelas, belajar dalam arti yang lebih luas dan harus selalu mem pertimbangan/melihat/menyesuaikan dengan nilai-nilai lokal.
  • Terlintas pertanyaan di kepala ini, lantas kenapa keberadaan UN masih dipertahankan?Di kota besar pendidikan di kelas dan sertifikat menjadi sangat penting. Tapi akan lebih penting lagi bagaimana kita bisa mengaplikasikan berdasar nilai lokal dan menambah keterampilan yang sesuai dengan demand di lingkungannya
  • Pemerataan pembangunan infrastruktur dan perbaikan batas negara untuk mempertahankan kedaulatan NKRI
  • Penegakan hukum yg tegas atas human trafficking yang terjadi

Entrepreneurship

Pembicara: Goris Mustaqim

Pendirian Yayasan Asgar (Asli Garut) dengan logo domba Garut bertujuan untuk mengangkat nilai lokal untuk menuju internasional.

Fokus yayasan ini adalah:

  1. Pendidikan: program yang telah dilakukan misalnya memberikan bimbel secara gratis kepada siswa kelas 3 SMA dalam rangka persiapan masuk perguruan tinggi negeri, harapannya dengan tingginya tingkat kemiskinan dapat mengangkat kehidupan ekonomi keluarga setelah lulus dan mendapatkan pekerjaan yang layak kelak. Selain itu terdapat juga pengadaan fasilitas belajar seperti perpustakaan dan internet.
  2. Kewirausahaan: yayasan ini berperan dalam membantu mempertemukan antara investor dengan pelaku usaha serta memberikan bantuan fasilitas dagang lainnya.
  3. Community development: seperti pembentukan lembaga keuangan mikro dengan mengadopsi Grameen’s Business Model; gerakan investasi pohon (menanam pohon) dengan pembagian hasil 60:40 antara petani dan yayasan.

Dari beberapa bidang tersebut menurut hemat saya (dank arena background saya adalah bidang ekonomi), pembentukan keuangan mikro memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan disemua wilayah Indonesia, mengingat mayoritas penduduk pedesaan di Indonesia belum dapat mengakses perbankan dan masih sedikit lembaga keuangan maupun perbankan yang mengadopsi sistem ini. Disisi lain mereka juga membutuhkan pembiayaan untuk melakukan dan mengembangkan usaha masing-masing. Konsep Grameen’s Bank yang dikembangkan oleh Muhammad Yunus di Bangladesh dapat dikembangkan di Indonesia karena tujuan utamanya bukanlah profit melainkan untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Disamping itu dengan tanggung jawab renteng yang pada saat pemberian kredit dapat mendidik SDM Indonesia untuk bertanggung jawab dan jujur, karena apabila dalam suatu kelompok terdapat seorang anggota yang gagal membayar, maka seluruh anggota kelompok tersebut harus memikul akibatnya (untuk membayar dan diberikan kredibilitas buruk bahkan tidak akan diberikan kredit lagi). Sistem ini juga sesuai dengan nilai bangsa Indonesia yaitu gotong royong.

Yang perlu menjadi catatan kita bersama bahwa dalam perkembangannya sekarang ini, pendidikan sudah tidak lagi berkembang sebagai escalator taraf hidup, tetapi hanya untuk bisa bertahan di taraf hidup/kelas sebelumnya.

Beberapa contoh community development lainnya yang cukup sukses di bidang seni misalnya saung angklung Udjo dan komunitas Hong di Bandung. Mereka berkarya tidak hanya untuk mencari keuntungan semata, tetapi ada value yang ingin mereka sampaikan melalui karyanya terutama untuk melestarikan dan mempopulerkan kebudayaan yang hampir hilang di masyarakat.

Entrepreneur itu tidak cukup dengan hanya bermodalkan bakat saja, tetapi ide dan yang terpenting adalah eksekusinya. Untuk memulai suatu usaha dapat dilakukan dengan beberapa cara: memulai usaha yang benar-benar baru (paling inovatif namun harus mampu mengedukasi dan mempromosikannya ke masyarakat) atau imitasi atau meniru usaha yang sudah ada namun hanya akan menjadi follower saja. Adapun dalam menentukan jenis udaha apa yang hendak kita tekuni sebaiknya mencari tahu dahulu kebutuhan/demand masyarakat seperti usaha ojek taksi. Kedepan Indonesia membutuhkan lebih banyak lagi entrepreneur.

 

Referensi:

http://www.grameen-info.org/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=175